Saturday, September 29, 2018

PC PMII Ajak Masyarakat Bandar Lampung Membantu Korban Bencana Alam Di Sulawesi Tengah


BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS -- Indonesia Kembali Berduka, Gempa Bumi yang mengguncang daerah Sulawesi Tengah memberikan luka untuk Negri ini. Terkait Instruksi dari Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PB PMII) untuk seluruh Anggota dan Kader PMII se-Nusantara, Pengurus Cabang PMII Bandar Lampung ajak seluruh anggota dan Kader bersama menggalang dana untuk saudara kita di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah.

Ketua Pelaksana Penggalangan Dana PC PMII Bandar Lampung, Riski Firmanto sampaikan agar seluruh anggota dan kader  se-Bandar Lampung mulai turun dan mengumpulkan bantuan dana untuk saudara kita yang terkena musibah

"Kita siap bersama membantu sahabat dan keluarga kita yang terkena musibah,  semoga mampu meringankan beban mereka, dan kita doakan bersama agar selalu mendapat perlindungan dari Allah SWT" ungkap Riski Firmanto, Kepala Biro Pengembangan Media  dan  Informasi PC  PMII Bandar  Lampung.

Selain itu juga, Riski Firmanto Manerangkan bantuan bisa langsung di Transfer ke Rekening PB PMII, dan melakukan konfirmasi ke Pengurus Cabang PMII Bandar Lampung

"Sesuai Instruksi Pengurus Besar, Penggalangan Dana dimulai 29 September sampai 2 Oktober mendatang" jelas Riski yang merupakan salah satu Mahasiswa Ilmu Komunikasi Universitas Lampung, Sabtu (29/9)

Senada, Erzal Syahreza Aswir selaku Ketua Cabang PMII Bandar Lampung, Ajak Masyarakat bersama membantu saudara kita yang terkena musibah

"Mari kita masyarakat Bandar Lampung untuk sama-sama membantu meringankan beban sodara kita yang terkena musibah, semoga sedikit bantuan dari PMII bandar Lampung bisa bermanfaat bagi suadara - saudara yang terkena musibah di palu, Donggala dan sekitarnya" tutup Erzal.


Untuk diketahui, Donasi bisa dikirim melalui nomor rekening Organisasi PB PMII ( 0100084454 / BNI ) . (RFz)

KMNU Unila Siap Cetak Generasi Muda Yang Berakhlak Mulia

Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama Universitas Lampung
BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS -- Keluarga Besar Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Unila menggelar Aswaja Youth Camp (AYC) dengan tema “Menciptakan Generasi Muda yang Berakhlak Mulia dan Berpegang Teguh pada Aqidah Ahlusunnah Waljamaah An-Nahdlliyah”. Acara ini digelar di Pondok Pesantren Mardiah, Kaliawi Bandarlampung, (29-30/9).

Ketua pelaksana Egi Andika (Teknik Mesin ‘16) menyampaiakan bahwa AYC ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada kader-kader “mengenalkan aswaja kepada kader-kader muda yang belum mengetahui ajaran-ajaran serta amaliyah aswaja annahdlliyah”, jelasnya. Dia juga berharap generasi muda yang telah AYC tetap tangguh serta tabah ketika menjabat amanah yang telah didapatkan.

Ketua umum KMNU Unila Dedi Wijayanto (Ekonomi Pembangunan ’15) mengaku kegiatan AYC ini telah dilaksanakan sebanyak 7 kali. Dia juga berharap kader-kader NU lebih mengetahui nilai-nilai keaswajaan dan lebih menjadikan karakter kader sabagai islam yang ramah dan saling menghargai baik dilingkup Universitas Lampung maupun masyarakat. (Tuti Nurkhomariyah)

Friday, September 28, 2018

Pembentukan Peraturan Lembaga Kemahasiswaan, Wakil Rektor III Jaring Aspirasi Mahasiswa Unila

Prof. Aom Karomani (kanan)
BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS -- Perumusan Peraturan Lembaga Kemahasiswaan, Hari Ini  Prof. Aom Karomani, M.Si., selaku Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni gelar diskusi bersama Perwakilan Lembaga Kemahasiswaan Universitas Lampung di ruang rapat lantai 4 Rektorat Unila. Jumat (28/9/2018)


Turut hadir para wakil dekan bidang kemahasiswaan dan mahasiswa perwakilan Lembaga Kemahasiswaan di lingkungan Universitas Lampung.

“Saya ingin adek-adek menularkan informasi ke yang lain. Wakil Rektor III menjaring aspirasi dari adek-adek. Di sini saja memberikan aspirasi,” ungkap Prof Aom dalam kegiatan pembentukan Peraturan Lembaga Kemahasiswaan

Selain itu juga, Prof. Aom Karomani menambahkan meski peraturan mengenai lembaga kemahasiswaan Unila sudah rampung, namun tidak serta merta berlaku. Pihaknya ingin mewujudkan kesetaraan di Keluarga Besar Mahasiswa (KBM) Unila.

“Tidak ada dominasi satu pihak kepada pihak Lain. Ini laboratorium kalian untuk memimpin bangsa ini,” terangnya.

Sementara itu, mahasiswa harus berorientasi pada prestasi, yang kini ikut mempengaruhi akreditasi kampus. Jika penilaian dari segi kemahasiswaan merosot, maka akreditasi akan turun. Hal itu akan mempengaruhi lulusan saat melamar pekerjaan. “Komitmen kita bagaimana caranya meningkatkan prestasi mahasiswa. Selama ini kita di peringkat 30, di cluster 2. Di cluster 2 itu ada 72 universitas,” jelasnya.

Pada diskusi ini turut hadir Dosen FH Unila Rudy, S.H., LL.M., LL.D., sebagai legal drafter yang ditunjuk untuk membentuk peraturan. Doktor lulusan Kobe University ini mengungkapkan, butuh sejumlah tahapan untuk merumuskan sebuah peraturan.

Mulai dari pembentukan, perencanaan, penyusunan, daftar identifikasi masalah, dan beberapa tahapan lain, hingga tahap pengujian oleh stakeholder. Salah satu yang menjadi pembahasan pada diskusi ini adalah perubahan nama BEM dan DPM sesuai statuta Unila. (RFz)

Saturday, September 22, 2018

Pencerahan "Negara Madinah"

"Negara Madinah"

KAJIAN ILMU, MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Negara Madinah, sebuah Negara yang didirikan oleh Baginda Nabi Muhammad saw, belakangan ini ada beberapa orang yang tidak memahaminya secara benar, entah karena ketidaktahuannya mengenai Negara tersebut atau karena menutup mata atas sejarah tersebut, yang pasti sedikit pemahaman tentangnya akan coba kami terangkan dibawah ini.

Slogan “Hubbul Wathan Minal Iman” bukanlah slogan yang baru-baru ini muncul karena sebuah gejolak negeri ini, tetapi merupakan sebuah implementasi yang sudah ada sejak negri ini belum merdeka, bahkan secara tidak langsung slogan tersebut telah digunakan oleh Baginda Nabi saw saat memimpin Negara Madinah.

Dalam bukunya, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Periode Klasik (Abad VII-XIII M), Faisal Ismail mengatakan bahwa Piagam Madinah, sekaligus dapat dimaknai sebagai proklamasi secara resmi bahwa Baginda Nabi Muhammad saw dan para pengikutnya telah mendirikan “Negara” Islam Madinah. Tentu dalam melaksanakan tugas dan fungsi kenegaraan, tugas dan fungsi merealisasikan pemerintahan dan melakukan tata kelola Negara dengan baik dan benar, Baginda Nabi Muhammad saw memerlukan perangkat konstitusi yang disebut Konstitusi Madinah itu. Sesungguhnyalah, dalam pandangan orientalis dan sejarawan, William Montgomery Watt, Muhammad adalah nabi dan negarawan. Hal ini dikemukakan dan diulas secara menarik oleh Montgomery Watt dalam bukunya yang bertajuk “Muhammad: Prophet and Statesmen”. Kita yakin visi Montgomery Watt tentang Baginda Nabi Muhammad saw itu benar, karena dalam realitas dan prakteknya Baginda Nabi Muhammad saw selain membawa dan menyiarkan agama Islam, beliau juga mnemimpin umat, memimpin Negara, mengurusi politik dan pemerintahan, serta memimpin langsung peperangan di banyak medan perang.

Secara factual, tidak dapat diragukan lagi bahwa Baginda Nabi Muhammad saw mempunyai rakyat (umat / komunitas Muslim), wilayah kekuasaan perang (Madinah), kadaulatan Negara (Negara Islam Madinah), dan angkatan perang (pasukan Muslimin) un tuk menjaga wilayah dan kedaulatan Negara Madinah. Dengan demikian Madin ah telah memenuhi syarat dan kriteria untuk disebut sebagai sebuah “Negara”. Baginda Nabi  Muhammad saw tidak diragukan lagi b ahwa Beliau adalah nabi dan negarawan yang menjalankan tugas dan fungsi sebagai kepala pemerintahan dan kepala Negara Madinah.

Benar, Al-Qur’an merupakan sumber pertama dan utama Islam tidak memerintahkan umat Islam untuk mendirikan Negara Islam. Ayat atau nash yang memerintahkan umat Islam untuk mendirikan Negara Islam tidak terdapat dalam Al-Qur’an. Jiak Al-Qur’an tidak secara spesifik dan eksplisit berbicara tentang perintah mendirikan Negara, kita harus merujuk pada Sunnah sebagai sumber kedua doktrin Islam. Sunnah dikatagorikan dalam tiga macam, yakni Sunnah Qouliyah (ucapan), Sunnah fi’liyah (perbuatan), dan Sunnah taqririyah (sikap nabi terhadap sesuatu, jika beliau diam berarti setuju dikerjakan).

Melihat sunnah fi’liyah-nya, Baginda Nabi Muhammad saw secara jelas, gambling, dan terang benderang telah Negara Madinah. Madinah adalah cikal bakal Negara Islam yang menjadi pola dasar untuk dicontoh dan dikembangkan secara kreatif-inovatif sesuai dinamika perkembangan sistem politik, ketatanegaraan dan lingkungan social budaya dimana umat/bangsa Muslim hidup di dunia ini. Negara Madinah adalah “rumah” umat Islam bertempat tinggal, bermasyarakat, berpemerintahan, dan bernegara yang dipimpin oleh Baginda Nabi Muhammad saw sebagai kepala pemerintahan sekaligus sebagai kepala Negara.

Dalam bukunya, Muhammad in Madina, W.M. Watt menyebut Madinah sebagai The Islamic State karena Madinah merupakan sebuah Negara yang—juga menurut W.M. Watt—tata kelola Negara dioperasikan berdasarkan “Konstitusa Madinah”. Karena masalah bentuk Negara, praktik bernegara, dan sistem pemerintahan itu merupakan masalah duniawi dan masalah ijtihadi, maka Islam tidak mengaturnya secara permanen dan serba tetap agar tidak kaku menghadapi dinamika perkembangan masyarakat.

Soal bentu Negara (kesatuan atau federal) dan sistem pemerintahan (khilafah, emirat, kesultanan, kerajaan/monarki, parlementer, presidensial), Islam menyerahkan hal itu kepada umat/bangsa Muslim yang bersangkutan untuk memikirkan dan menetukannya. Yang paling penting, Negara itu didirikan berdasarkan Islam dan tata pemerintahannya harus benar dan adil, menjunjung tinggi asas-asas hukum, HAM, dan demokrasi yang menjadi inti dan saripati ajaran Islam dalam bernegara.

Dilihat dari perspektif hukum tata Negara, isi Piagam Madinah bersifat komprehensif dan memiliki cakupan tujuan yang luas. Sebagai sebuah kesepakatan, piagam ini mengikat semua penduduk atau warga Madinah untuk secara bersama-sama mematuhi dan membina kerukunan, perdamaian, kedamaian kebersamaan. Baginda Nabi Muhammad saw memaksudkan perjanjian ini dengan tujuan utama untuk menciptakan toleransi antar-golongan masyarakat yang ada di Madinah, yaitu antar umat Islam, komunitas Yahudi, dan komunitas Arab non-Muslim. Isi penting Piagam Madinah tersebut adalah sebagai berikut:

1. Kebebasan sepenuhnya bagi semua komunitas untuk menganut agama masing-masing
2. Hak masing-masing komunitas untuk menyelenggarakan sistem peradilan secara fair dan bebas.
3. Semua penduduk Madinah (Muslim, Yahudi, dan Arab non-Muslim) berkewajiban untuk saling membantu baik moral maupun material.
4. Semua penduduk Madinah harus Sali ng membantu mempertahankan kota Madinah dari serangan musuh dari luar.
5. Baginda Nabi Muhammad saw adalah kepala Negara sekaligus kepala pemerintahan di Madinah. Kepada beliaulah dibawa perkara dan perselisihan yang besar untuk diselesaikan.

Demikianlah, suatu masyarakat Muslim dan Negara Islam Madinah yang berdasarkan prinsip-prinsip Al-Qur’an dan Sunnah telah dibentuk oleh Baginda Nabi Muhammad saw di Madinah. Beliau sendirilah baik sebagai nabi maupun kepala Negara, memimpin masyarakatnya secara adil, jujur, amanah, disiplin, arif, santun, bijaksana, penuh tanggung jawab, dan memberikan nilai-nilai kebaikan dalam hidup dan kehidupan masyarakat.  Masyarakat baru yang dibangun oleh beliau adalah masyarakat madani yang dibangun atas dasar prinsip persamaan, egalitarianism, demokrasi, keadilan social, dan hak-hak asasi manusia.

Masyarakat baru yang dibangun oleh Baginda Nabi Muhammad saw adalah masyarakat madani yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kedaban dan peradaban. Tidak ada hak-hak golongan non-Muslim yang dihambat, apalagi dikurangi atau dikhianati oleh Beliau. Beliau melaksanakan dan menerapkan prinsip keadilan bagi semua warga Madinah, baik Muslim maupun non-Muslim. Pendirian Negara Islam Madinah dan pembentukan masyarakat Muslim di Madinah inilah yang menjadi modal dasar bagi penataan kehidupan keagamaan dan penyiaran Islam dalam masa-masa selanjutnya.

Wallahu a’lam...


Pencerahan tentang “Negara Madinah”
Penulis : Tito Gustowo

Ini Cara Mahasiswa NU Lampung Peringati Tahun Baru Islam 1440 H

Mahasiswa NU Lampung
BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS - Mahasiswa Nahdlatul Ulama (NU) Lampung kembali selenggarakan majelis sholawat lintas kampus sekaligus memperingati Tahun Baru Islam 1440 H dengan pembacaan maulid simtudurror yang dipimpin oleh Al Habib Abdurrahman Labib bin Ahmad Alaydrus. Majelis dilaksanakan di Masjid Arrahmah Usluhuddin UIN Raden Intan Lampung, Sabtu (22/9). Acara ini diikuti oleh seluruh mahasiswa yang tergabungan di beberapa organisasi yakni Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) dan Persatuan Mahasiswa Pecinta Sholawat (Permata Sholawat) yang ada di beberapa perguruan tinggi di Bandar Lampung.

Ketua pelaksana, Muhammad Faiz Najib Abdillah mengatakan bahwa kegiatan majelis ini berlatar belakang untuk menjalin silaturahmi antar mahasiswa dari berbagai kampus dan doa bersama. "Dilaksakannya majelis ini untuk mempererat kekeluargaan antar mahasiswa  di Kampus Lampung khususnya Mahasiswa Nahdliyin maupun Nahdliyat sekaligus memperingati Tahun Baru Islam. Saya berharap semoga dengan adanya forum silaturahmi ini mampu menjadi wadah untuk memeperbaiki diri serta untuk melestarikan budaya atau tradisi Ahlussunnah Waljamaah Annahdliyah." Ujarnya.

Senada dengan itu, Muhammad Mahfud mengatatakan bahwa tujuan majelis ini untuk meningkatkan ikatan ukhuwah antar mahasiswa pecinta sholawat. Tujuan majelis ini yaitu untuk mempersatukan umat, selain itu untuk lebih bisa meningkatkan kecintaan kepada Rasulullah SAW. Saya juga berharap semoga dengan adanya acara ini kita bisa memanfaatkan momen-momen hari besar Islam untuk selalu mengingat Allah dan Rasul-Nya. Tutup Ketua Umum Permata Sholawat UIN Raden Intan Lampung. (Rouf Kholil)

Thursday, September 20, 2018

Pengantar Dakwah Kader Muda NU

Nahdlatul Ulama

MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Berbicara soal dakwah, dakwah merupakan suatu masalah yang pasti dibutuhkan umat dalam membenahi akhlaq dan perilaku umat. Tak sebatas itu, dakwah juga merupakan sarana yang harus ditempuh oleh seorang muslim untuk mengajak orang lain, khususnya umat non-islam untuk bersama-sama menegakkan Kalimatullah di atas muka bumi ini. Dalam berdakwah pun tidak hanya sebatas mengajak orang lain (objek dakwah) untuk berbuat amal sholeh, namun juga membutuhkan kebersihan hati dan akhlaqul karimah untuk menunjang keberhasilan dalam berdakwah.

Dakwah, secara bahasa merupakan Masdar dari kata kerja دَعَا ـ يَدْعُوْ ـ دَعْوَةً yang memiliki dua arti, pertama adalah Nida’ (panggilan) dan yang kedua adalah Su’al (permohonan). Dalam memaknai kata Nida’, dapat dilihat dari penggalan ayat 125 surah An-Nahl, yaitu:
أُدْعُ إِلٰى سَبِيْلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِيْ هِيَ أَحْسَنُ...
“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah dengan mereka dengan cara yang baik...”

Kemudian, secara tidak langsung ayat di atas memberikan pengertian bahwa dakwah memiliki hukum  fardlu ‘ain bagi setiap muslim. Namun demikian, perintah ud’u pada ayat di atas dibatasi oleh Firman Allah swt dalam surah Ali ‘Imron ayat 110 yang berbunyi:
كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُوْنَ بِاللهِ
“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar, dan beriman kepada Allah..”

Menurut sebagian Ulama’, kata kuntum dalam ayat tersebut merupakan pembatasan bahwa perintah berdakwah adalah fardlu kifayah.

Selanjutnya, kata dakwah yang berarti su’al / permohonan dapat dilihat pada Firman Allah swt pada surah Al-Baqoroh ayat 183 :
..أُجِيْبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيْبُوْالِيْ وَلْيُؤْمِنُوْابِيْ لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُوْنَ
“...Aku kabulkan permohonan orang yang berdo’a apabila ia berdo’a kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku dan beriman kepada-Ku agar memperoleh kebenaran.”

Dari pengertian di atas, secara terminology dakwah dapat diartikan sebagai suatu usaha untuk mengajak orang lain melakukan apa yang kita inginkan kepadanya. Dakwah lebih menekankan objeknya kepada non-muslim, sedangkan berdakwah ke sesama muslim lebih dikenal dengan istilah amar ma’ruf nahi munkar.

Kemudian, setelah bebarapa pengertian di atas dipaparkan, tentu dalam berdakwah memiliki beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan dakwah ini, misalnya dalam berdakwah tidak dapat dilakukan di sembarang tempat dan sembarang perkataan, namun harus melihat situasi dan kondisi saat berdakwah. Hal ini seperti apa yang dikatakan oleh ulama’ bahwa “Kullu maqomin maqolun, wa kullu maqolin maqomun”, yang berarti “Setiap tempat ada pembicaraannya, dan setiap pembicaraan ada tempatnya”. Itu berarti setiap Da’i harus menguasai sasaran dakwah, metode yang digunakan dan lain sebagainya melihat situasi dan kondisi yang ada.

Dalam berdakwah pun memiliki syarat atau pondasi dasar yang harus dipenuhi oleh setiap pendakwah. Para ulama’ telah merumuskan dua dasar utama yang harus dipenuhi bagi seorang pendakwah, yang pertama adalah ilmu dan yang kedua adalah tadzkiyatun nafs (penyucian jiwa). Kedua syarat tersebut harus dipenuhi oleh seorang pendakwah agar tujuan ia berdakwah dapat tercapai, meskipun dalam pelaksanaannya pun  terdapat banyak sekali hal / syarat yang harus dipenuhi pula sebagai penunjang pelaksanaan dalam  berdakwah maupun syarat bagi pendakwah itu sendiri. Namun, kedua syarat utama di atas harus ada bagi seorang pendakwah, jika salah satu syarat saja tidak terpenuhi oleh pendakwah, maka dakwah yang dilakukannya akan pincang.

Misalkan, secara sederhana dapat diibaratkan jika seseorang tersebut memiliki ilmu yang banyak dan cukup, namun dalam hati dan jiwanya masih terdapat banyak penyakit maka objek dakwah cenderung akan tidak memiliki kepercayaan terhadapnya. Sebaliknya, jika seseorang memiliki hati yang bersih dan baik, namun ia tidak memiliki ilmu yang cukup maka apa yang disampaikannya pun akan tidak dapat dipertanggung jawabkan keshahihannya. Sehingga, dua syarat di atas secara otomatis membentuk pribadi pendakwah itu sendiri sebagai orang yang mumpuni dan pantas untuk dijadikan panutan.

“Lisanul hal afshohu min lisanil lisan”. Merupakan sebuah istilah yang sangat dipegang teguh oleh seorang pendakwah, bahwa fasihnya / baiknya ahwal / keadaan diri itu lebih “mengena” daripada fasihnya lisan dalam mengucapkan sebuah nasihat. Sejarah pun telah membuktikan bahwa fasihnya ahwal merupakan kunci kesuksean dalam melaksanakan misi sebuah dakwah. Misalnya saja “Wali-Songo”, mereka merupakan sekelompok ulama yang tidak hanya mengandalkan fasihnya lisan dengan segudang ilmu yang dimilikinya, namun mereka juga menggunakan fasihnya ahwal (red: tadzkiyatun nafs / tasawwuf) dalam melakukan dakwahnya. Terbukti, dengan hadirnya para wali tersebut, mereka berhasil mengislamisasikan bumi Nusantara dengan waktu yang relatif singkat.

Penggalan di atas sejalan dengan apa yang tertera dalam Al-Qur’an Surah Muhammad ayat 19, yaitu:
فَاعْلَمْ أَنَّهٗ لَاإِلٰهَ إِلَّااللهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ، وَاللهُ يَعْلَمُ مُقَلِّبَكُمْ وَمَثْوٰىكُمْ
“Maka ketahuilah (dengan ilmu) bahwa tiada Tuhan (yang patut disembah) selain Allah, dan mohonlah ampunan (tadzkiyatun nafs) atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahuai tenmpat usaha dan tempat tinggalmnu.”

Sehingga dapat disimpulkan bahwa keberhasilan misi sebuah dakwah adalah dengan ilmu dan penyucian jiwa. Karena dengan ilmu (nur), pendakwah akan mengetahui dengan ilmu yang dimilikinya apa-apa yang haq dan apa-apa yang batil. Dan dengan kesucian jiwa (The Power of Qolbu) yang dimilikinya tersebut, dakwah akan sampai ke dalam hati objek dakwah.

Lalu yang harus menjadi perhatian para kader pendakwah, khususnya kader NU, terdapat empat hal yang menjadi falsafah dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, yaitu Ta’adul, Tasamuh, Tawazun dan Tawasuth. Ta’adul, hendaknya dakwah dilakukan dengan adil dan profesional, tidak ada pengkotak-kotakan atau pun ketidaktuntasan dalam melaukan dakwah. Tasamuh, dakwah yang dilakukan penuh dengan rasa toleransi yang membawa kedamaian dan ketengangan. Tawazun, kader pendakwah NU harus bisa mengimbangi segala keadaan umat, ketika di dalam umat terjadi keberat-sebelahan, maka pendakwah harus bisa menggiring umat untuk menjadi seimbang lagi, jika tidak maka umat akan “kocar-kacir”. Terakhir adalah Tawasuth, seorang pendakwah tidak memihak ke sebelah kanan maupun kiri.

Lebih jauh lagi, Dakwah Ahlus Sunnah wal Jama’ah An-Nahdliyyah memiliki salah satu prinsip bahwa bedakwah haruslah sesuai dengan adat (urf) wilayah dakwah, inilah yang sering kita dengar dengan “Islam Nusantara”, dimana kebudayaan dan adat istiadat nusantara digunakan sebagai media dalam berdakwah, sehingga dakwah dapat diterima masyarakat dengan baik dan damai.

Terakhir, penulis berharap secarik catatan kecil ini dapat menjadi bahan renungan, khususnya bagi para kader muda KMNU yang kini tengah menghadapi banyak tantangan dalam berdakwah. Semoga apa yang kita lakukan selalu mendapat bimbingan, lindungan dan keberkahan dari Allah swt. Aamiiin..

Wallahu Subhanahu Wata’ala A’lam,,
-Zaid el-Faqir (TG)-

Sunday, September 2, 2018

Gelar Rapimwil PW IPPNU Lampung, Ini Bahasannya

Kader Muda NU dalam bingkai Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul ulama
BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS -- Pimpinan Wilayah Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Provinsi Lampung mengadakan Rapat Pimpinan Wilayah (Rapimwil) di Pondok Pesantren  Darul Ma'arif Natar pada hari Sabtu (01/09/2018) sebagai pembukaan hingga hari Minggu (02/09/2018) penutupan.

Dengan mengangkat tema "Refleksi Peran Pelajar Putri Terhadap Perang Daya Fikir dan Demokrasi"

"IPPNU harus sepakat kembali fokuskan pengkaderan pada sekolah-sekolah," kata Ainul Hikmah, sekalu Bendahara Umum Pimpinan Pusat IPPNU.

IPPNU harus kembali pada perannya melindungi generasi penerus bangsa yang tidak tersentuh pondok pesantren khususnya. Mengingat sekolah merupakan lahan basah tumbuhnya paham radikalisme.

Sementara itu Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Provinsi Lampung yang diwakili oleh Dr. H. Muhammad Kadafi S.H., M.H., mengatakan bahwa "Sekarang bukan saatnya perang melalui fisik, kini saatnya kita perang melalui kekuatan ekonomi," kata Wakil Ketua PWNU Lampung sekaligus Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Provinsi Lampung.

Ketua Kadin Lampung ini juga mengatakan kesiapannya membantu proses pengkaderan bidang perekonomian para pelajar Nahdlatul Ulama. (Tika)

Saturday, September 1, 2018

Muspimreg 1 2018, KMNU Regional 1 Hadirkan Pelatihan Jurnalistik

Muspimreg 1 KMNU 2018
JAKARTA TIMUR, SAHARA NEWS -- Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama (KMNU) Regional 1 menghadirkan pelatihan jurnalistik dalam Musyawarah Pimpinan Regional 1 (MUSPIMREG 1) 2018. Kegiatan ini dilaksanakan di Pondok Pesantren Al-Aqidah Al-Hasyimiyah, Matraman, Jakarta Timur, Sabtu (01/09). Kegiatan pelatihan ini dihadirkan untuk membangun serta mengembangkan potensi kreativitas selain itu untuk mengajak kader KMNU lebih cakap dalam bermedia.

Koordinator KMNU Regional 1, Ahmad Nuril Huda dalam sambutannya mengatakan bahwa kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan sinergitas antar KMNU di Regional 1 dan sebagai ajang silaturahmi. Di zaman modern ini kemampuan dalam bermedia menjadi sangat penting. Oleh kerena itu, melaui kegiatan ini diharapakan bagi setiap kader KMNU memiliki keahlian di bidang media khususnya jurnalistik. Hal ini lah yang mampu menjadi salah satu solusi  untuk menghadapi era globalisasi yang semakin berkembang. Tuturnya.

Alis Mukhlis yang merupakan pemateri dalam pelatihan ini juga menyampaikan bahwa di zaman modern saat ini, setiap kader muda Nahdlatu Ulama (NU) harus mampu mengembangkan softskill khususnya di bidang jurnalistik dan kepenulisan. Melalui pelatihan jurnalistik ini saya berharap bahwa setiap kader KMNU dapat lebih aktif dalam bermedia dan mulailah dengan menulis yang akan bermanfaat bagi umat. Pungkas Presidium Nasional 2. (Rouf Kholil)