Mahasiswa mestilah Anarki, anarki dalam berfikir lalu bertindak, Marjin kiri menegaskan kebebasan dan keadilan, sesuatu yang ideal tak akan tercapai tanpa adanya radikalisme.
Bagaimana implikasinya terhadap pergerakan Mahasiswa di Universitas Lampung hari ini ?
Akhir millenium ke-2 mengakhiri dinamika panjang sejarah perbudakan umat manusia. Diawali dengan manifesto Lenin tentang anarkisme sosial. Baik-buruknya pemberontakan berfikir (Radicalism) Lenin yang khas, pastilah bermuara kembali pada keadilan sosial. Sebab dianggap rekonstruksi, Lenin mengambil dua jalan sekaligus. Mestilah nilai yang dimiliki buruh juga dimiliki kapitalis, begitupun sebaliknya. Sebagaimana revolusi oktober tahun 1917 dimotori kaum Bolshevik (Buruh) namun juga kelas menengah; akademisi-cendekiawan. Meskipun pada akhirnya kelas menengah tak bisa beradaptasi. Stalin setelah Lenin menghancurkan golongan menengah inisiasi Leon Trotsky. Tapi Uni Soviet memanglah sejak awal nampak layaknya negara hasil dari buah pemikiran Lenin melalui Karl Marx, tetapi didalamnya tak jauh berbeda seperti mekanik yang terkukung Leninisme-Bolshevik.
Uni Soviet pada konteks tulisan ini hanya mengawali cara berfikir kita benar tidaknya anarkisme dalam pergerakan mahasiswa di era Millenium ke-3 (2000-3000 M). Anarkisme sendiri adalah paham yang me-negasi-kan kekuasaan otoritas demi kemashlatan umat (Tsolsoy:1914), sebagaimana Lenin meniadakan Tsar (Raja Russia) ataupun Stalin yang menghabisi Leon Trotsky yang cendrung statis/corrupte berfikirnya. Tapi tak dipungkiri, dari Lenin hingga Mikhail Gorbachev adalah otoritas tertinggi Komunisme Internasional-melanggengkan dinasti Tsar dengan gaya barbar. Statisme Iptek, Budaya, dan Perekonomian sama sekali tidak menghasilkan perubahan-alhasil Uni Soviet ambruk. Tanpa ketiganya peradaban baru mustahil tercapai (Tesis Francis Fukuyama).
Maka kita bisa menarik ketiga poin, Kekuasaan, Perkembangan, dan Kemajuan. utamanya adalah kekuasaan. Disini penulis bicara kekuasaan dalam ranah Demokrasi. Kekuasaan melahirkan oposisi. Oposisi identik dengan anarkisme sosial, dalam berfikir, mengarah pada Radikalisme. Hari ini pergerakan mahasiswa bisa dikatakan anarki, tergantung cara kita mendefinisikannya pada kebenaran yang bisa disepakati semua orang (Demokratis). Jika Leon Toltsoy memilahnya menjadi anarki individual (kekerasan-Vandalisme) dan Anarkisme Kolektif (Basis Massa). Penyederhanaannya, Anarkisme kolektif (Massa) tanpa ide dan gagasan akan menimbulkan Cheos, ia mendestruksi kemanusiaan, ia merugikan orang lain, ia merugikan penguasa, meniadakan penguasa, bahkan jika terlepas dalang dibalik pergerakan mahasiswa, pasti ada yang ditumbalkan. Tumbal itu adalah Mahasiswa baru, mahasiswa yang telah terpolarisasi oleh isu yang diciptakan dengan iming-iming demokrasi. Malah cendrung jauh dari kenyataan (Hiperrealis). Konsekuensinya meniadakan kemanusiaan dan kebebesan berfikir, pastilah meniadakan etika politik antara penguasa dan mahasiswa yang selain memegang idealisme namun juga bertanggung jawab atas terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial.
Contoh yang dicoba dibangun dari artikel ini, adalah sikap mahasiswa dalam menakar rancangan peraturan Rektorat tentang Organisasi Mahasiswa tahun 2018. Kita coba dengan Sylogisme; ada Mahasiswa Unila yang turun ke jalan berbasis komunal berbekal nurani dengan landasan gagasan yang lemah. Tapi tidak menampik keberadaan mahasiswa apatis yang tidak bisa menyalurkan ide dan gagasan. Maka konklusinya berkahir pada sebuah pernyataan sejauh mana pergerakan komunal-intelectual berkembang menormalisasikan kegaduhan yang diciptakan kecerobohan pergerakan massa tadi ?
Pergerakan disini artiannya meluas, idealisme mestilah mengikat, nurani pun demikian. Gagasan adalah manifestasi dari Idealisme berfikir sehingga cendrung pada pengaplikasian. Namun permasalahannya terjerembab pada layak tidaknya peraturan ini dipermasalahkan. Karena indikator permasalahannya terletak pada isu pengkebirian Demokrasi Universitas Lampung yang dapat ditinjau dalam Draft rancangan peraturan Rektorat tahun 2018 pada pasal ke-19;
Panitia Pemilihan Raya dibentuk oleh Rektorat
Mahasiswa Universitas Lampung sepakat bahwa pembetukan dewan mahasiswa menyalahi demokrasi. Namun Dewan Mahasiswa disini bukanlah menyalahi Demokrasi, karena power Legislatif adalah implikasi dari sistem negara Federal, itu bagian dari Demokrasi. Kembali pada variabel pertama, dimana letak kesalahannya yang paling mendasar ?
Misal; Rektorat memegang hak vote lebih dominan daripada mahasiswa.
Maka titik permasalahannya ada di perancang sistem, peran yang dicoba dibangun dalam pergerakan kali ini adalah mengontrol sejauh mana sistem yang telah dirancang dapat memberi dampak positif bagi seluruh mahasiswa sehingga cendrung fleksibel. Disini etika politik kembali masuk, dalam wujud rekonsiliasi pasca pergerakan yang minim gagasan, tataran pengkajian perlulah diperkuat oleh basis massa dari golongan middle. Sehingga pergerakan selanjutnya tidak hanya bermodal massa namun juga bermodal ide, disini peraturan Rektorat yang menjadi titik tekannya dapat di revisi bersama-sama. Aliansi 5 BEM dan BEM Unila sama-sama berfikir mendua dalam gagasan dunia berbagi yang dikemukakan Hegel tentang filsafat Idealismenya yang kemasyhur. Bila gagal, egosentrisme golongan yang nampak dalam pergerakan mahasiswa Unila hari ini akan kembali terjadi seperti pengusiran yang dilakukan BEM Universitas Lampung terhadap LPM Republica tanpa alasan konkrit pada hari Senin pukul 11.00 WIB (02/10). Ini menunjukkan kecerdasan mempengaruhi pola pikir seperti kata Mahatma Gandhi, kebijaksanaan dan kecerdasan mempengaruhi pola pikir, nilai keadilan dan perdamaiaan semakin tak terelakkan.
Penulis : Aqil, dan Hendra Sahputra
Bagaimana implikasinya terhadap pergerakan Mahasiswa di Universitas Lampung hari ini ?
Akhir millenium ke-2 mengakhiri dinamika panjang sejarah perbudakan umat manusia. Diawali dengan manifesto Lenin tentang anarkisme sosial. Baik-buruknya pemberontakan berfikir (Radicalism) Lenin yang khas, pastilah bermuara kembali pada keadilan sosial. Sebab dianggap rekonstruksi, Lenin mengambil dua jalan sekaligus. Mestilah nilai yang dimiliki buruh juga dimiliki kapitalis, begitupun sebaliknya. Sebagaimana revolusi oktober tahun 1917 dimotori kaum Bolshevik (Buruh) namun juga kelas menengah; akademisi-cendekiawan. Meskipun pada akhirnya kelas menengah tak bisa beradaptasi. Stalin setelah Lenin menghancurkan golongan menengah inisiasi Leon Trotsky. Tapi Uni Soviet memanglah sejak awal nampak layaknya negara hasil dari buah pemikiran Lenin melalui Karl Marx, tetapi didalamnya tak jauh berbeda seperti mekanik yang terkukung Leninisme-Bolshevik.
Uni Soviet pada konteks tulisan ini hanya mengawali cara berfikir kita benar tidaknya anarkisme dalam pergerakan mahasiswa di era Millenium ke-3 (2000-3000 M). Anarkisme sendiri adalah paham yang me-negasi-kan kekuasaan otoritas demi kemashlatan umat (Tsolsoy:1914), sebagaimana Lenin meniadakan Tsar (Raja Russia) ataupun Stalin yang menghabisi Leon Trotsky yang cendrung statis/corrupte berfikirnya. Tapi tak dipungkiri, dari Lenin hingga Mikhail Gorbachev adalah otoritas tertinggi Komunisme Internasional-melanggengkan dinasti Tsar dengan gaya barbar. Statisme Iptek, Budaya, dan Perekonomian sama sekali tidak menghasilkan perubahan-alhasil Uni Soviet ambruk. Tanpa ketiganya peradaban baru mustahil tercapai (Tesis Francis Fukuyama).
Maka kita bisa menarik ketiga poin, Kekuasaan, Perkembangan, dan Kemajuan. utamanya adalah kekuasaan. Disini penulis bicara kekuasaan dalam ranah Demokrasi. Kekuasaan melahirkan oposisi. Oposisi identik dengan anarkisme sosial, dalam berfikir, mengarah pada Radikalisme. Hari ini pergerakan mahasiswa bisa dikatakan anarki, tergantung cara kita mendefinisikannya pada kebenaran yang bisa disepakati semua orang (Demokratis). Jika Leon Toltsoy memilahnya menjadi anarki individual (kekerasan-Vandalisme) dan Anarkisme Kolektif (Basis Massa). Penyederhanaannya, Anarkisme kolektif (Massa) tanpa ide dan gagasan akan menimbulkan Cheos, ia mendestruksi kemanusiaan, ia merugikan orang lain, ia merugikan penguasa, meniadakan penguasa, bahkan jika terlepas dalang dibalik pergerakan mahasiswa, pasti ada yang ditumbalkan. Tumbal itu adalah Mahasiswa baru, mahasiswa yang telah terpolarisasi oleh isu yang diciptakan dengan iming-iming demokrasi. Malah cendrung jauh dari kenyataan (Hiperrealis). Konsekuensinya meniadakan kemanusiaan dan kebebesan berfikir, pastilah meniadakan etika politik antara penguasa dan mahasiswa yang selain memegang idealisme namun juga bertanggung jawab atas terwujudnya keadilan dan kesejahteraan sosial.
Contoh yang dicoba dibangun dari artikel ini, adalah sikap mahasiswa dalam menakar rancangan peraturan Rektorat tentang Organisasi Mahasiswa tahun 2018. Kita coba dengan Sylogisme; ada Mahasiswa Unila yang turun ke jalan berbasis komunal berbekal nurani dengan landasan gagasan yang lemah. Tapi tidak menampik keberadaan mahasiswa apatis yang tidak bisa menyalurkan ide dan gagasan. Maka konklusinya berkahir pada sebuah pernyataan sejauh mana pergerakan komunal-intelectual berkembang menormalisasikan kegaduhan yang diciptakan kecerobohan pergerakan massa tadi ?
Pergerakan disini artiannya meluas, idealisme mestilah mengikat, nurani pun demikian. Gagasan adalah manifestasi dari Idealisme berfikir sehingga cendrung pada pengaplikasian. Namun permasalahannya terjerembab pada layak tidaknya peraturan ini dipermasalahkan. Karena indikator permasalahannya terletak pada isu pengkebirian Demokrasi Universitas Lampung yang dapat ditinjau dalam Draft rancangan peraturan Rektorat tahun 2018 pada pasal ke-19;
Panitia Pemilihan Raya dibentuk oleh Rektorat
Mahasiswa Universitas Lampung sepakat bahwa pembetukan dewan mahasiswa menyalahi demokrasi. Namun Dewan Mahasiswa disini bukanlah menyalahi Demokrasi, karena power Legislatif adalah implikasi dari sistem negara Federal, itu bagian dari Demokrasi. Kembali pada variabel pertama, dimana letak kesalahannya yang paling mendasar ?
Misal; Rektorat memegang hak vote lebih dominan daripada mahasiswa.
Maka titik permasalahannya ada di perancang sistem, peran yang dicoba dibangun dalam pergerakan kali ini adalah mengontrol sejauh mana sistem yang telah dirancang dapat memberi dampak positif bagi seluruh mahasiswa sehingga cendrung fleksibel. Disini etika politik kembali masuk, dalam wujud rekonsiliasi pasca pergerakan yang minim gagasan, tataran pengkajian perlulah diperkuat oleh basis massa dari golongan middle. Sehingga pergerakan selanjutnya tidak hanya bermodal massa namun juga bermodal ide, disini peraturan Rektorat yang menjadi titik tekannya dapat di revisi bersama-sama. Aliansi 5 BEM dan BEM Unila sama-sama berfikir mendua dalam gagasan dunia berbagi yang dikemukakan Hegel tentang filsafat Idealismenya yang kemasyhur. Bila gagal, egosentrisme golongan yang nampak dalam pergerakan mahasiswa Unila hari ini akan kembali terjadi seperti pengusiran yang dilakukan BEM Universitas Lampung terhadap LPM Republica tanpa alasan konkrit pada hari Senin pukul 11.00 WIB (02/10). Ini menunjukkan kecerdasan mempengaruhi pola pikir seperti kata Mahatma Gandhi, kebijaksanaan dan kecerdasan mempengaruhi pola pikir, nilai keadilan dan perdamaiaan semakin tak terelakkan.
Penulis : Aqil, dan Hendra Sahputra
No comments:
Post a Comment