Wednesday, August 1, 2018

Ternyata Hoax Sudah Pernah Terjadi Di Zaman Nabi Muhammad, Ini Ulasannya!

Bijak dalam Bermedia
KAJIAN ILMU, MEDIA SAHABAT NUSANTARA -- Hoax, atau berita bohong sekarang sedang marak terjadi, kita sebagai generasi muda harus bisa membedakan antara yang hoax dengan yang sesuai fakta, jangan sampai kita malah memproduksi berita hoax itu sendiri, di Lansir dari media NU Online, hoax sudah terjadi sejak zaman Rasul. Bagaimana ulasannya, mari kita baca bersama-sama.

Fitnah dan cerita dusta itu bukan barang baru. Nabi Muhammad SAW pun pernah diserang oleh fitnah dan cerita dusta yang sangat keji. Jika saya hidup di zaman Nabi, saya pun takkan tahu bagaimana saya harus bersikap, karena Nabi pun tak berdaya melawan fitnah tersebut. Bayangkan, seorang Nabi yang agung mengalami fitnah yang luar biasa keji; istrinya dikabarkan telah berselingkuh dengan laki-laki lain. Adalah Ummul Mukminin Aisyah RA difitnah telah melakukan perselingkuhan dengan Shafwan ibn Muaththal.

Di satu sisi Nabi Muhammad SAW sangat sayang pada Aisyah dan berpikir bahwa tak mungkin Aisyah melakukan tindakan hina tersebut. Di sisi lain, Nabi sungguh tak berdaya menghadapi fitnah yang sudah menyebar luas. Begitu pula Aisyah; ia sangat terpukul karena fitnah tersebut, apalagi kemudian sikap Nabi kepadanya menjadi berubah: tak seperti biasanya. Hanya sabar dan sabar yang bisa dilakukan oleh Aisyah. Setiap malam Aisyah menangis merasakan derita akibat fitnah tersebut.

Sebulan lebih fitnah itu menyebar dan kehidupan rumah tangga Nabi dan Aisyah cukup terganggu. Sampai akhirnya Allah menyelamatkan Aisyah dari fitnah itu dengan menurunkan wahyu: “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu, bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar. (QS An-Nur: ayat 11 sampai ayat 21).

Dalam kitab An-Naba’u al-Azhim, Dr Muhammad Abdullah Daraz menjelaskan berbagai hikmah dari kejadian tersebut. Salah satu hikmah yang sangat agung adalah kesabaran dan kejujuran Nabi Saw.

Sebagai manusia yang menerima wahyu, bisa saja Nabi membela Aisyah, dengan mengatakan bahwa Allah telah menurunkan “wahyu pembelaan” sejak hari pertama tersebarnya fitnah tersebut. Namun tidak mungkin itu dilakukan oleh Nabi. Nabi tak mungkin berbohong. Beliau hanya bisa bersabar dan yakin bahwa Allah pasti akan menyelesaikan masalah yang sedang beliau dan keluarganya hadapi.

Bayangkanlah: andai saya atau Anda adalah orang terhormat dan punya kuasa. Tiba-tiba saya (dan keluarga) atau Anda (dan keluarga) mengalami fitnah seperti yang dialami oleh Nabi SAW. Kira-kira apa yang Anda dan saya lakukan sebagai orang yang memiliki posisi terhormat dan punya kuasa? Tentu, sebagai manusia biasa kita akan gunakan posisi terhormat dan kuasa untuk menyelesaikan orang-orang yang terlibat dalam penyebaran fitnah tersebut. Dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang juga tak kalah keji.

Nabi SAW adalah penerima wahyu. Beliau tak pernah berpikir merekayasa wahyu, meski menghadapi ujian yang teramat berat.

Lantas, mengapa sebagian umatnya mudah sekali mengumbar ayat kemudian memosisikan pendapatnya seperti ayat? Seolah-olah mereka adalah penerima wahyu langsung dari Allah!

Saksikan wahai Allah; Engkaulah penolong kami dalam menghadapi segala fitnah.
(Wakil Katib Syuriyah PWNU DKI Jakarta KH Taufiq Damas)


Jadi apakah sekarang masih mau mudah percaya dengan berita yang tersebar? Mari kita bijak dalam bermedia, jangan sampai kita malah ikut berfitnah. Astaghfirullah. Semoga kita dijauhkan dari hal tersebut.

Semoga bermanfaat untuk kita semua, Salam Hangat, Media Sahabat NUsantara.

No comments:

Post a Comment