Sahabat Demokrasi |
BANDAR LAMPUNG, SAHARA NEWS -- Sahabat Demokrasi kembali menggelar Diskusi Sabtuan. Tema yang diusung ialah Partisipasi Publik dalam Sistem Demokrasi di Indonesia dan menghadirkan dua orang pembicara, Nanang Trenggono, Ketua KPU Provinsi Lampung dan Fatikhatul Khoiriyah, Ketua Bawaslu Provinsi Lampung, Sabtu(27/10).
Dalam Diskusi yang dilangsungkan di Sekretariat Sahabat Demokrasi tersebut, Fatikhatul menyoroti bahwa partisipasi publik tidak hanya dicerminkan dengan kehadiran masyarakat di TPS. Dalam konteks pelaksaan demokrasi, sangat diperlukan pihak-pihak yang memberikan penyadaran terhadap publik untuk melawan dampak buruk proses pelaksaanaan demokrasi sendiri.
“Partisipasi publik tidak hanya dicerminkan dengan kehadiran masyarakat di TPS. Dalam konteks pelaksaan demokrasi, sangat diperlukan pihak-pihak yang memberikan penyadaran terhadap publik untuk melawan dampak buruk proses pelaksaanaan demokrasi sendiri” ujarnya.
Khoir menambahkan bahwa dengan pesatnya arus teknologi, di samping membawa dampak positif yang luar biasa, di sisi lain juga membawa dampak yang negatif. Proses kampanye untuk pemilu 2019 yang sedang berlangsung misalnya, banyak diwarnai oleh hoaks.
“Pendidikan politik harus dilaksanakan juga oleh masyarakat itu sendiri. Melalui pihak-pihak yang mempunyai pengetahuan politik harus memahamkan warga masyarakat agar tidak diwarnai oleh hoaks” kata Ketua Bawaslu Provinsi Lampung tersebut.
Di sisi lain, Nanang menambahkan bahwa penyelenggara pemilu memiliki banyak keterbatasan dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai contoh, dalam melayani pemilih disabilitas, penyelenggara pemilu di daerah masih sangat mengalami kendala karena berkaitan dengan keterbatasan anggaran. Terdapat regulasi-regulasi yang juga terkadang menjadi problem dalam konteks pelaksanaan demokrasi. Di sisi lain, kesadaran politik masyarakat sendiri masih sangat perlu ditingkatkan.
“penyelanggara pemilu memiliki banyak keterbatasan dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai contoh, dalam hal melayani pemilih disabilitas, penyelenggara pemilu mengalami berbagai kendala baik dari segi anggaran ataupun penambahan kalangan professional dalam berbahasa isyarat” tuturnya.
Siti Khoiriah, Ketua Sahabat Demokrasi selaku moderator menambahkan bahwa penyelenggara pemilu saat ini dihadapkan dalam keadaan yang cukup pelik. Kesalahan dalam kinerja, kerap mendapat kritik dan cacian dari pihak-pihak tertentu, namun sebaliknya, kinerja yang baik justru tidak mendapat ekspose, sehingga butuh aktor-aktor yang mampu menjadi katalisator untuk melawan hal tersebut.
“penyelenggara pemilu saat ini dihadapkan dalam keadaan yang cukup pelik. Kesalahan dalam kinerja yang kerap kali mendapat kritik dan cacian dari pihak-pihak tertentu. Namun sebaliknya, kinerja yang baik justru tidak mendapat ekspose, sehingga butuh aktor-aktor yang mampu menjadi katalisator untuk melawan” tutup Khoir di akhir diskusi.(Adf)
Dalam Diskusi yang dilangsungkan di Sekretariat Sahabat Demokrasi tersebut, Fatikhatul menyoroti bahwa partisipasi publik tidak hanya dicerminkan dengan kehadiran masyarakat di TPS. Dalam konteks pelaksaan demokrasi, sangat diperlukan pihak-pihak yang memberikan penyadaran terhadap publik untuk melawan dampak buruk proses pelaksaanaan demokrasi sendiri.
“Partisipasi publik tidak hanya dicerminkan dengan kehadiran masyarakat di TPS. Dalam konteks pelaksaan demokrasi, sangat diperlukan pihak-pihak yang memberikan penyadaran terhadap publik untuk melawan dampak buruk proses pelaksaanaan demokrasi sendiri” ujarnya.
Khoir menambahkan bahwa dengan pesatnya arus teknologi, di samping membawa dampak positif yang luar biasa, di sisi lain juga membawa dampak yang negatif. Proses kampanye untuk pemilu 2019 yang sedang berlangsung misalnya, banyak diwarnai oleh hoaks.
“Pendidikan politik harus dilaksanakan juga oleh masyarakat itu sendiri. Melalui pihak-pihak yang mempunyai pengetahuan politik harus memahamkan warga masyarakat agar tidak diwarnai oleh hoaks” kata Ketua Bawaslu Provinsi Lampung tersebut.
Di sisi lain, Nanang menambahkan bahwa penyelenggara pemilu memiliki banyak keterbatasan dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai contoh, dalam melayani pemilih disabilitas, penyelenggara pemilu di daerah masih sangat mengalami kendala karena berkaitan dengan keterbatasan anggaran. Terdapat regulasi-regulasi yang juga terkadang menjadi problem dalam konteks pelaksanaan demokrasi. Di sisi lain, kesadaran politik masyarakat sendiri masih sangat perlu ditingkatkan.
“penyelanggara pemilu memiliki banyak keterbatasan dalam pelaksanaan pemilu. Sebagai contoh, dalam hal melayani pemilih disabilitas, penyelenggara pemilu mengalami berbagai kendala baik dari segi anggaran ataupun penambahan kalangan professional dalam berbahasa isyarat” tuturnya.
Siti Khoiriah, Ketua Sahabat Demokrasi selaku moderator menambahkan bahwa penyelenggara pemilu saat ini dihadapkan dalam keadaan yang cukup pelik. Kesalahan dalam kinerja, kerap mendapat kritik dan cacian dari pihak-pihak tertentu, namun sebaliknya, kinerja yang baik justru tidak mendapat ekspose, sehingga butuh aktor-aktor yang mampu menjadi katalisator untuk melawan hal tersebut.
“penyelenggara pemilu saat ini dihadapkan dalam keadaan yang cukup pelik. Kesalahan dalam kinerja yang kerap kali mendapat kritik dan cacian dari pihak-pihak tertentu. Namun sebaliknya, kinerja yang baik justru tidak mendapat ekspose, sehingga butuh aktor-aktor yang mampu menjadi katalisator untuk melawan” tutup Khoir di akhir diskusi.(Adf)
No comments:
Post a Comment